Sesudah menggunakan
beberapa waktu lamanya dalam pelayanan di Antiokhia, Paulus menganjurkan kepada
teman sekerjanya bahwa mereka harus memulai perjalanan misionaris lanjutan.
"Baiklah kita kembali" ia berkata kepada Barnabas "kepada saudara‑saudara
kita di setiap kota, di mana kita telah memberitakan firman Tuhan, untuk
melihat, bagaimana keadaan mereka."
Baik Paulus maupun Barnabas
mempunyai suatu perhatian yang lemah lembut terhadap mereka yang baru‑baru ini
telah menerima pekabaran Injil di bawah pelayanan mereka, dan mereka rindu
untuk melihat mereka lagi. Kecemasan Paulus ini tidak pernah hilang. Sedangkan
bila dalam ladang yang jauh, jauh dari pemandangan pekerjaannya yang lebih
dulu, ia meneruskan untuk menanggung di hatinya beban untuk mendesak orang‑orang
yang bertobat ini untuk tinggal setia, "menyempurnakan kekudusan kita
dalam takut akan Allah." 2 Korintus 7:1. Dengan setia ia mencoba menolong
mereka menjadi orang yang dipercaya, menjadi orang Kristen yang bertumbuh, kuat
dalam kepercayaan, rajin dalam semangat, dan sepenuh hati dalam penyerahan
mereka kepada Allah dan kepada pekerjaan memajukan kerajaan‑Nya.
Barnabas telah siap untuk
pergi dengan Paulus, tetapi berkeinginan untuk membawa Markus bersama mereka,
yang telah menyerahkan dirinya sendiri kepada pekerjaan Allah. Kepada hal ini
Paulus berkeberatan. Ia berpikir "tidak baik membawa serta orang yang
telah meninggalkan mereka," seorang yang selama perjalanan yang pertama
telah meninggalkan mereka pada saat diperlukan, Ia tidak cenderung untuk
(Bab ini berdasarkan Kisah
Rasul‑rasul 15:36 41; 16:1‑6.)
memaafkan kelemahan Markus
dalam meninggalkan pekerjaan untuk keamanan dan penghiburan rumah tangga. Ia
mendesak bahwa seorang yang mempunyai kekuatan yang begitu kecil yang tidak
layak untuk suatu pekerjaan yang menuntut kesabaran, penyangkalan diri,
keberanian, pengabdian, iman, dan kesediaan untuk mengorbankan diri, kalau
perlu, nyawanya sekalipun. Begitu tajam pertentangan itu sehingga Paulus dan
Barnabas berpisah, dan Barnabas mengikuti keyakinannya dan membawa Markus
bersama‑sama dengan dia. "Dan Barnabas membawa Markus juga sertanya
berlayar ke Siprus. Tetapi Paulus memilih Silas, dan sesudah diserahkan oleh
saudara‑saudara itu kepada kasih karunia Tuhan."
Mengadakan perjalanan
melalui Siria dan Kilikia, di mana mereka menguatkan sidang, Paulus dan Silas
akhirnya tiba di Derbe dan Listra di provinsi Likaonia. Di Listralah Paulus
telah dilontari dengan batu, kini kita dapati dia kembali berada pada tempat
kejadian dari bahaya yang mula‑mula. Ia cemas melihat mereka yang melalui
pekerjaannya telah menerima Injil, menderita ujian dan pencobaan. Ia tidak
kecewa, sebab ia dapati bahwa orang percaya di Listra tinggal tetap teguh
menghadapi pertentangan yang hebat.
Di sini Paulus bertemu lagi
dengan Timotius, yang telah menyaksikan penderitaannya pada akhir kunjungannya
yang pertama ke Listra, dan terhadap pikirannya kesan yang mendalam dengan
berlalunya waktu, sehingga ia diyakinkan bahwa itulah kewajibannya untuk
memberikan diri sendiri sepenuhnya kepada pekerjaan pelayanan. Hatinya terjalin
dengan hati Paulus, dan ia rindu untuk mengambil bagian dalam pekerjaan rasul
itu oleh menolong apabila jalan terbuka.
Silas, teman Paulus dalam
pekerjaan, adalah seorang pekerja yang telah diuji, dikaruniai dengan roh
nubuat; tetapi pekerjaan yang harus dilakukannya sangatlah besar sehingga perlu
mendidik lebih banyak tenaga untuk pekerjaan yang giat. Pada Timotius Paulus
melihat seorang yang menghargai kesucian seorang pendeta; ia tidak takut oleh
kemungkinan yang menjadi penderitaan dan aniaya; dan yang rela untuk diajar.
Akan tetapi rasul itu belum berani bertanggung jawab untuk memberikan kepada
Timotius, seorang muda yang belum teruji, suatu latihan dalam pekerjaan Injil,
tanpa mula‑mula memuaskan dirinya mengenai tabiatnya dan kehidupannya pada masa
yang silam.
Ayah Timotius adalah
seorang Yunani dan ibunya adalah seorang Yahudi. Sejak kecilnya ia telah
mengetahui isi Kitab Suci. Kesalehan yang dilihatnya dalam kehidupan di rumah
tangganya adalah sehat dan masuk di akal. Iman ibu dan neneknya dalam sabda
yang suci adalah baginya suatu wahyu Ilahi mendatangkan berkat dalam melakukan
kehendak Allah. Firman Allah adalah peraturan dengan mana kedua wanita yang
takut akan Tuhan ini telah menuntun Timotius. Kuasa rohani daripada pelajaran‑pelajaran
yang telah diterimanya dari mereka telah menjaga dia tetap suci dalam
pembicaraan dan tidak bernoda oleh pengaruh yang jahat dengan mana ia
dikelilingi. Dengan demikian petunjuk‑petunjuk dalam rumah‑tangganya telah
bekerja sama dengan Allah dalam menyediakan dia memikul beban.
Paulus melihat bahwa
Timotius itu setia, teguh, dan benar, dan memilih dia sebagai kawan dalam
pekerjaan dan perjalanan. Mereka yang telah mengajar Timotius pada masa kanak‑kanak
diberi upah oleh melihat anak yang dipeliharanya terikat dalam perhubungan yang
erat dengan Rasul yang besar itu. Timotius masih muda ketika ia dipilih oleh
Allah sebagai seorang guru, tetapi prinsipnya telah didirikan oleh
pendidikannya yang mula‑mula, sehingga ia cocok untuk mengambil tempatnya
sebagai penolong Paulus. Dan meskipun masih muda, ia memikul tanggung jawabnya
dengan kelembutan orang Kristen.
Sebagai suatu tindakan
pencegahan, Paulus dengan bijaksana menasihatkan Timotius untuk disunat
bukannya sebab Allah menuntutnya, melainkan supaya melepaskan dari pikiran
orang‑orang Yahudi sesuatu yang boleh menjadi penghalang kepada pekerjaan
Timotius. Dalam pekerjaannya Paulus mengadakan perjalanan dari kota ke kota,
dalam banyak negeri, dan sering ia mempunyai kesempatan untuk mengkhotbahkan
Kristus di rumah ibadat orang Yahudi, sama seperti di tempat‑tempat perkumpulan
yang lain. Jika hal itu harus diketahui bahwa salah satu daripada temannya
dalam pekerjaan tidak disunat, pekerjaannya boleh terhalang dengan sangat
besarnya oleh prasangka dan kefanatikan orang‑orang Yahudi. Di mana‑mana rasul
itu bertemu dengan pertentangan yang nekad dan penganiayaan yang kejam. Ia
rindu untuk membawa saudara‑saudaranya orang Yahudi, sama seperti orang kafir,
akan pengetahuan tentang Injil, dan sebab itu ia berusaha, sepanjang hal itu
tidak menyalahi iman, menyingkirkan setiap dalih untuk pertentangan. Namun
demikian, sementara ia menyerah sedemikian banyak kepada prasangka orang
Yahudi, ia percaya dan mengajukan penyunatan atau tidak penyunatan menjadi
tidak ada artinya dan Injil Kristus menjadi segalanya.
Paulus mengasihi Timotius,
anaknya "yang sah di dalam iman." 1 Timotius 1:2. Rasul yang besar
itu sering menarik perhatian murid yang masih muda itu, menanyakan kepadanya
mengenai sejarah Kitab Suci, dan sementara mereka mengadakan perjalanan dari
suatu tempat ke tempat yang lain, ia dengan teliti mengajarkan kepadanya
bagaimana ia harus bekerja agar berhasil. Baik Paulus maupun Silas, dalam
segala pergaulan mereka dengan Timotius, berusaha memperdalam kesan yang sudah
diadakan pada pikirannya, tentang sifat yang suci dan sungguh‑sungguh dari
pekerjaan pelayanan Injil.
Dalam pekerjaannya,
Timotius selamanya mencari nasihat dan petunjuk Paulus. Ia tidak bergerak dari
dorongan hatinya, tetapi menjalankan pertimbangan dan pikiran yang tenang,
bertanya pada setiap langkah, Apakah ini jalan Tuhan? Roh Suci mendapati di
dalam dia seorang yang dapat dibentuk dan dirupakan sebagai suatu bait suci
untuk tempat tinggal Hadirat Ilahi.
Sementara pelajaran Kitab
Suci dijalin ke dalam kehidupan sehari‑hari, mereka mempunyai pengaruh yang
mendalam dan tahan lama ke atas tabiat. Pelajaran‑pelajaran ini dipelajari dan
dipraktikkan oleh Timotius. Ia tidak mempunyai talenta yang cemerlang, tetapi
pekerjaannya amat berguna sebab ia menggunakan kesanggupan yang dikaruniakan
Allah kepadanya dalam pekerjaan Tuhan. Pengetahuannya tentang kesalehan,
membedakan dia dari orang percaya yang lain dan memberikan pengaruh kepadanya.
Mereka yang bekerja untuk
jiwa‑jiwa harus mendapat pengetahuan yang lebih dalam, lebih penuh dan lebih
jelas tentang Allah daripada yang dapat diperoleh dengan usaha yang biasa.
Mereka harus mengerahkan segala tenaga mereka ke dalam pekerjaan Tuhan. Mereka
terlibat dalam suatu panggilan yang tinggi dan suci, dan jika mereka mendapat
jiwa adalah untuk upah mereka, mereka mesti berpegang teguh kepada Tuhan,
menerima rahmat dan kuasa setiap hari dari Sumber segala kuasa. "Karena
kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. Ia mendidik
kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan
supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini
dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan
kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang telah
menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan
untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin
berbuat baik." Titus 2:11‑14. Sebelum memasuki daerah yang baru, Paulus
dan sahabat‑sahabatnya mengunjungi sidang‑sidang yang telah didirikan di
Pisidia dan daerah‑daerah sekelilingnya. "Dalam perjalanan keliling dari
kota ke kota Paulus dan Silas menyampaikan keputusan‑keputusan diambil para
rasul dan para penatua di Yerusalem dengan pesan, supaya jemaat‑jemaat
menurutinya. Demikianlah jemaat‑jemaat diteguhkan dalam iman dan makin lama
makin besar jumlahnya."
Rasul Paulus merasa
tanggung jawab yang mendalam tentang mereka yang ditobatkan melalui
pekerjaannya. Lebih dari segala sesuatu, ia merindukan supaya mereka harus
tetap setia, "agar aku dapat bermegah pada hari Kristus," katanya
"bahwa aku tidak percuma berlomba dan tidak percuma bersusah payah."
Filipi 2:16. Ia gemetar melihat akibat pekerjaannya. Ia merasa bahwa
keselamatannya sendiri sekalipun dapat membahayakan kalau ia gagal memenuhi
tanggung jawabnya dan sidang gagal untuk bekerja sama dengan dia dalam
pekerjaan penyelamatan jiwa‑jiwa. Ia mengetahui bahwa berkhotbah saja tidak
akan cukup untuk mendidik orang‑orang percaya untuk berpegang kepada perkataan
kebenaran. Ia mengetahui bahwa baris bertambah baris, di sini sedikit dan di
sana sedikit, itu harus diajarkan untuk memajukan pekerjaan Kristus.
Adalah suatu prinsip yang
umum bahwa apabila seorang menolak untuk menggunakan kuasa yang dikaruniakan
Allah, kuasa ini rusak dan binasa. Kebenaran yang tidak dihidupkan, yang tidak
dibagikan, kehilangan kuasa yang memberi kehidupan, yang sifatnya menyembuhkan.
Jadi kekuatiran rasul itu adalah bahwa ia mungkin gagal untuk menghadapkan
setiap orang sempurna di hadapan Kristus. Pengharapan Paulus tentang surga
menjadi suram bila ia merenung‑renungkan suatu kegagalan pada pihaknya yang
akan berakibat memberikan kepada sidang rupa manusia daripada Ilahi.
Pengetahuannya, kefasihannya, mukjizat‑mukjizatnya, pandangannya tentang
panorama abadi, bila diangkat ke langit yang ketiga semuanya akan sia‑sia kalau
melalui ketidaksetiaan dalam pekerjaannya mereka untuk siapa ia bekerja harus
gagal dengan kasih karunia Allah. Dan dengan demikian, dengan perkataan mulut
atau dengan surat, ia memohon kepada mereka yang telah menerima Kristus, untuk
mengejar suatu jalan yang akan menyanggupkan mereka "tiada beraib dan
tiada bernoda, sebagai anak‑anak Allah yang tidak bercela di tengah‑tengah
angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, . . . seperti bintang‑bintang
di dunia, sambil berpegang pada firman kehidupan." Filipi 2:15, 16.
Setiap pendeta yang benar
merasa suatu tanggung jawab yang berat untuk kemajuan pribadi dari orang‑orang
percaya yang dipercayakan kepada penjagaannya, suatu keinginan yang besar
supaya mereka boleh menjadi pekerja bersama‑sama dengan Allah. Ia menyadari
bahwa oleh pelaksanaan yang setia akan pekerjaan yang diberikan Allah
bergantung sebagian besar kesejahteraan sidang. Dengan sungguh‑sungguh dan tak
kenal lelah ia berusaha untuk mengilhamkan orang‑orang percaya dengan suatu
keinginan untuk memenangkan jiwa bagi Kristus, mengingat setiap pertambahan
kepada sidang harus menjadi satu alat lagi untuk menjalankan rencana penebusan.
Setelah mengunjungi sidang‑sidang
di Pisidia dan daerah sekitarnya, Paulus dan Silas, dengan Timotius, maju terus
ke tanah "Frigia dan tanah Galatia," di mana dengan kuasa yang besar
mereka memasyhurkan kabar keselamatan yang gembira itu. Orang‑orang Galatia
telah menyerah kepada penyembahan berhala; tetapi sedang rasul‑rasul berkhotbah
kepada mereka, mereka bersuka dalam pekabaran yang menjanjikan kebebasan dari
perhambaan dosa. Paulus dan teman‑teman sekerjanya memasyhurkan doktrin
kebenaran oleh iman dalam pengorbanan yang menebus dari Kristus. Mereka
menghadapkan Kristus sebagai seorang yang, melihat keadaan yang tidak berdaya
dari umat yang jatuh, telah datang untuk menebus pria dan wanita oleh
menghidupkan suatu kehidupan atas penurutan kepada hukum Allah dan oleh
membayar hukuman pelanggaran. Dan dalam terang salib banyak yang sebelumnya
belum mengenal Allah, mulai mengerti kebesaran kasih Bapa.
Dengan demikian orang‑orang
Galatia telah diajar mengenai kebenaran dasar tentang "Allah, Bapa
kita" dan "Tuhan Yesus Kristus, yang telah menyerahkan diri‑Nya
karena dosa‑dosa kita untuk melepaskan kita dari dunia jahat yang sekarang ini,
menurut kehendak Allah dan Bapa kita." "karena percaya kepada
pemberitaan Injil" mereka menerima Roh Allah dan menjadi "anak‑anak
Allah karena iman di dalam Yesus Kristus." Galatia 1:3, 4; 3:2, 26.
Cara kehidupan Paulus
sementara di tengah‑tengah orang Galatia adalah sedemikian rupa sehingga ia
dapat mengatakan sesudah itu "aku minta kepadamu, saudara‑saudara, jadilah
sama seperti aku." Galatia 4:12. Bibirnya telah dijamah dengan bara api
yang hidup dari luar mezbah, dan ia disanggupkan untuk bangkit di atas
kelemahan tubuh dan mempersembahkan Yesus sebagai satu‑satunya pengharapan
orang berdosa. Mereka yang mendengar dia mengetahui bahwa ia telah bersama-sama
dengan Yesus. Diperlengkapi dengan kuasa dari atas, ia sanggup membandingkan
perkara‑perkara rohani dengan yang rohani dan untuk merubuhkan kubu‑kubu Setan.
Hati yang dipecahkan oleh pemberian kasih Allah, sebagaimana dinyatakan dalam
pengorbanan Anak‑Nya yang tunggal, dari banyak yang terpimpin untuk bertanya,
Apakah yang harus saya perbuat supaya diselamatkan?
Metode tentang
memperkenalkan Injil ini menandai pekerjaan rasul itu sepanjang pekerjaannya di
antara orang‑orang kafir. Ia selamanya menjaga salib di hadapan mereka di
Kalvari. "Sebab bukan diri kami yang kami beritakan," ia menyatakan
pada tahun‑tahun selanjutnya dalam pengalamannya, "tetapi Yesus Kristus
sebagai Tuhan, yang diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus. Sebab
Allah yang telah berfirman: 'Dari dalam gelap akan terbit terang! ' Ia juga
yang membuat terang‑Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh
terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah
Kristus." 2 Korintus 4:5, 6.
Pesuruh‑pesuruh yang
berserah yang pada hari‑hari permulaan dari Kekristenan membawa kepada dunia
yang akan binasa kabar keselamatan yang gembira, tidak mengizinkan pikiran
meninggikan diri untuk menodai penyajian mereka akan Kristus dan Dia yang
disalibkan. Mereka tidak menghendaki kekuasaan atau keunggulan. Menyembunyikan
diri sendiri dalam Juruselamat, mereka meninggikan rencana keselamatan yang besar
itu, dan kehidupan Kristus, Yang memulai dan Penyempurna rencana ini. Kristus,
yang sama kemarin, hari ini, dan selama-lamanya, adalah beban pengajaran
mereka.
Jika mereka yang pada hari
ini sedang mengajarkan sabda Allah, akan mengangkat salib Kristus lebih tinggi
dan lebih tinggi lagi, pekerjaan mereka akan lebih berhasil. Jika orang berdosa
dapat dipimpin untuk memberikan pandangan yang sungguh‑sungguh kepada salib,
jika mereka dapat memperoleh pandangan yang penuh tentang Juruselamat yang
sudah disalibkan, mereka akan menyadari dalamnya kasih Allah dan bejatnya dosa.
Kematian Kristus
membuktikan kasih Allah yang besar bagi manusia. Itulah janji kita bagi
keselamatan. Menghilangkan salib dari orang Kristen adalah sama seperti
menghilangkan matahari dari langit. Salib membawa kita lebih dekat kepada
Allah, mendamaikan kita dengan Dia. Dengan belas kasihan seorang bapa, Tuhan
Allah memandang kepada penderitaan yang ditanggung oleh Anak‑Nya supaya
menyelamatkan bangsa itu dari kematian yang kekal, dan menerima kita sebagai
Yang Dikasihi.
Tanpa salib, manusia tidak
mempunyai persatuan dengan Bapa. Kepada‑Nyalah bergantung setiap pengharapan
kita. Daripada‑Nyalah bersinar terang kasih Juruselamat, dan bila pada kaki
salib orang berdosa memandang kepada Seorang yang mati untuk menyelamatkan dia,
ia boleh bersuka dengan penuh kesukaan, karena dosanya sudah diampuni. Bertelut
dengan percaya pada salib itu, ia telah mencapai tempat yang tertinggi yang
dapat dicapai oleh manusia.
Melalui salib kita mempelajari
bahwa Bapa kita yang di surga mengasihi kita dengan kasih yang tak terbatas.
Tidaklah mengherankan jika Paulus berseru, "Tetapi aku sekali‑kali tidak
mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus." Galatia 6:14.
Adalah kesempatan kita juga untuk merasa bangga karena salib, kesempatan kita
untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepada‑Nya yang memberikan diri‑Nya sendiri
kepada kita. Kemudian, dengan terang yang bersinar dari Kalvari yang bercahaya
pada wajah kita, kita boleh ke luar untuk menyatakan terang kepada mereka yang
dalam kegelapan.
No comments:
Post a Comment