Di Berea Paulus mendapati
orang Yahudi yang rela menyelidiki kebenaran yang diajarkannya. Catatan Lukas
menyatakan mereka: "Orang‑orang Yahudi di kota itu lebih baik hatinya
daripada orang‑orang Yahudi di Tesalonika karena mereka menerima firman itu
dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidik Kitab Suci untuk
mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian. Banyak di antara mereka yang
menjadi percaya; juga tidak sedikit di antara perempuan‑perempuan terkemuka dan
laki‑laki Yunani."
Pikiran orang‑orang Berea
tidak disempitkan oleh prasangka. Mereka rela untuk menyelidik kebenaran ajaran‑ajaran
yang dikhotbahkan oleh rasul‑rasul. Mereka mempelajari Kitab Suci, bukan sebab
ingin tahu, melainkan supaya mereka boleh mempelajari apa yang telah tertulis
mengenai Mesias yang telah dijanjikan. Tiap‑tiap hari mereka menyelidiki
catatan yang diilhamkan, dan sementara mereka membandingkan tulisan dengan
tulisan, malaikat‑malaikat surga ada di samping mereka, menerangi pikiran
mereka dan memberi kesan kepada hati mereka.
Bila kebenaran Injil
dimasyhurkan, mereka yang dengan setia berbuat benar akan dipimpin kepada
penyelidikan yang setia akan Kitab Suci. Jika, dalam penutupan pengalaman dari
sejarah dunia ini mereka kepada siapa ujian kebenaran akan dimasyhurkan dan
akan mengikuti teladan orang Berea, menyelidiki Kitab Suci setiap hari, dan
membandingkan dengan perkataan Allah pekabaran yang dibawa kepada mereka, maka
pada dewasa ini akan ada suatu jumlah yang besar yang setia kepada hukum Allah,
di mana sekarang hanya sedikit sekali. Tetapi bila kebenaran Kitab Suci yang
tidak populer dikemukakan, banyak yang enggan mengadakan penyelidikan ini.
Meskipun tidak sanggup menyalahkan ajaran Kitab Suci yang sederhana, namun
mereka menunjukkan keengganan yang amat sangat untuk mempelajari bukti‑bukti
yang dipersembahkan. Ada orang yang menganggap bahwa kalau ajaran‑ajaran ini
adalah sesungguhnya benar, tidak menjadi soal apakah mereka mau menerima terang
yang baru itu atau tidak, mereka berpaut pada cerita‑cerita yang menarik yang
digunakan oleh musuh‑musuh untuk menyesatkan jiwa‑jiwa. Dengan demikian pikiran
mereka dibutakan oleh kesalahan, dan mereka berpisah dari surga.
Semua orang akan diadili menurut
terang yang telah diterima dari surga. Tuhan mengirim utusan‑utusan‑Nya dengan
pekabaran keselamatan, dan mereka yang mendengar akan bertanggung jawab untuk
jalan di mana mereka memperlakukan perkataan hamba‑hamba-Nya. Mereka yang
dengan sungguh‑sungguh mencari kebenaran, akan mengadakan penyelidikan yang
saksama, dalam terang sabda Allah, tentang ajaran‑ajaran yang dipersembahkan
kepada mereka.
Orang‑orang Yahudi yang
tidak percaya dari Tesalonika, dipenuhi dengan cemburu dan kebencian kepada
rasul‑rasul, dan tidak puas lalu mengusir mereka dari kota mereka sendiri,
mengikuti mereka ke Berea dan membangkitkan nafsu melawan mereka yang dapat
dirangsang dari golongan yang lebih rendah. Khawatir bahwa kekerasan akan
diadakan kepada Paulus kalau ia tinggal di sana, saudara‑saudara mengirim dia
ke Atena, ditemani oleh beberapa dari orang Berea yang baru menerima iman.
Dengan demikian
penganiayaan mengikuti guru‑guru kebenaran dari kota ke kota. Musuh‑musuh
Kristus tidak dapat menghalangi kemajuan Injil, tetapi mereka berhasil dalam
menjadikan pekerjaan rasul‑rasul amat berat. Meskipun demikian dalam menghadapi
pertentangan dan perselisihan, Paulus maju dengan tetap, mengambil keputusan
untuk menjalankan maksud Allah sebagai yang dinyatakan kepadanya dalam khayal
di Yerusalem: "Sebab Aku akan mengutus engkau jauh dari sini kepada bangsa‑bangsa
lain." Kisah 22:21.
Keberangkatan Paulus dengan
tergesa‑gesa dari Berea menghilangkan dia dari kesempatan yang telah
diharapkannya untuk melawat saudara‑saudara di Tesalonika.
Setelah tiba di Atena,
rasul mengirim saudara‑saudara orang Berea kembali dengan suatu pekabaran
kepada Silas dan Timotius untuk menggabungkan diri segera dengan dia! Timotius
telah datang ke Berea sebelum Paulus berangkat, dan dengan Silas telah tinggal
untuk menjalankan pekerjaan yang sudah dimulai dengan baik di sana, dan untuk
memberi petunjuk kepada orang‑orang bertobat yang masih baru tentang prinsip‑prinsip
iman.
Kota Atena adalah ibukota
kerajaan kafir. Di sini Paulus tidak bertemu dengan penduduk yang bodoh dan
tidak percaya, sebagaimana di Listra, melainkan dengan umat yang terkenal
kecerdasan dan kebudayaan mereka. Di mana‑mana patung‑patung tentang ilah‑ilah
mereka dan pahlawan sejarah yang didewakan dan sajak menyatu dalam pandangan
mereka, sementara arsitektur yang menakjubkan serta lukisan menggambarkan
kemuliaan bangsa dan perbaktian yang terkenal baik dari dewa‑dewa kafir.
Rasanya orang banyak terpikat dengan keindahan dan kemegahan seni. Di mana‑mana
bait suci dan kuil, termasuk biaya yang tak terkatakan, diperdirikan dengan
bentuk yang besar sekali. Kemenangan peperangan dan perbuatan orang‑orang yang
terkemuka diperingati melalui patung, kuil, dan lembaran. Segala perkara ini
menjadikan Atena suatu gudang kesenian yang indah.
Paulus memandang keindahan
dan kebesaran yang mengelilingi dia, dan melihat kota yang diberikan sepenuhnya
kepada berhala, semangatnya dibangkitkan dengan kecemburuan untuk Allah, yang
diperhatikannya tidak dihormati pada segala tempat, dan hatinya tertarik dengan
rasa kasihan untuk orang‑orang di Atena, yang meskipun kebudayaan mereka yang
tinggi, tidak mengetahui tentang Allah yang benar.
Rasul itu tidak tertipu
dengan apa yang dilihatnya di pusat pengetahuan itu. Sifat rohaninya semakin
hidup kepada pengaruh perkara‑perkara surga sehingga kesukaan dan kemuliaan
dari kekayaan itu yang tidak pernah akan binasa dijadikan tidak berarti pada
pemandangan kebesaran dan kemuliaan dengan mana ia dikelilingi. Sementara ia
melihat kemuliaan Atena ia pun sadar akan kuasa yang menggiurkan tentang orang‑orang
yang cinta akan kesenian dan ilmu pengetahuan, dan pikirannya sangat terkesan
dengan pentingnya pekerjaan di hadapannya.
Di kota yang besar ini, di
mana Allah tidak disembah, Paulus tertekan dengan perasaan kesunyian, dan ia
merindukan simpati dan pertolongan dari teman‑teman sekerjanya. Sepanjang
persahabatan manusia, ia merasa dirinya sangat kesunyian. Dalam suratnya kepada
orang Tesalonika ia menyatakan perasaannya dalam perkataan, "tinggal
seorang diri di Atena" 1 Tesalonika 3:1. Halangan yang rupanya tidak dapat
diatasi mengemukakan dirinya sendiri di hadapannya, menjadikannya hampir tak
berpengharapan untuk berusaha mencapai hati orang banyak.
Sementara menunggu Silas
dan Timotius, Paulus tidak lengah. "Karena itu di rumah ibadat ia bertukar
pikiran dengan orang‑orang Yahudi dan orang‑orang yang takut akan Allah, dan di
pasar setiap hari dengan orang‑orang yang dijumpainya di situ." Tetapi
pekerjaannya yang terutama di Atena ialah membawa pekabaran keselamatan kepada
mereka yang tidak mempunyai pengertian yang cerdas tentang Allah dan tentang
maksud‑Nya untuk kepentingan umat yang telah jatuh. Rasul itu segera menemui
kekafiran dalam bentuk yang paling halus dan memikat.
Orang‑orang besar di Atena
tidak lama mempelajari di kota mereka tentang guru yang satu‑satunya yang
memberikan kepada orang banyak pengajaran yang baru dan aneh. Beberapa dari
orang‑orang ini mencari Paulus dan bercakap‑cakap dengan dia. Tidak lama
kemudian suatu rombongan orang‑orang pendengar berkumpul di sekeliling mereka.
Beberapa orang bersedia untuk menertawakan rasul itu sebagai seorang yang ada
di bawah mereka secara pergaulan dan secara kecerdasan, dan orang‑orang ini
berkata dengan menyeringai di hadapan mereka sendiri, "Apakah yang hendak
dikatakan si peleter ini?" Yang lain lagi, "sebab ia memberitakan
Injil tentang Yesus dan tentang kebangkitan," mengatakan, "rupa‑rupanya
ia adalah pemberita ajaran dewa‑dewa asing."
Di antara mereka yang
menemui Paulus di pasar ada "beberapa ahli pikir dari golongan Epikuros
dan Stoa;" tetapi mereka, dan segala orang yang lain yang berhubungan
dengan dia, kemudian melihat bahwa ia mempunyai pengetahuan yang besar malahan
lebih besar daripada mereka sendiri. Kuasa kecerdasannya menuntut hormat dari
orang terpelajar; sementara pertimbangannya yang sungguh‑sungguh dan masuk akal
itu dan kuasa pembicaraannya menarik perhatian semua orang yang hadir. Para
pendengarnya mengakui fakta bahwa ia bukan seorang yang baru, tetapi ia sanggup
menemui semua kelas dengan alasan yang meyakinkan untuk membantu pengajaran
yang diajarkannya. Dengan demikian rasul itu berdiri dengan tidak gentar,
menemui penentang‑penentangnya pada dasar mereka sendiri, mencocokkan logika
dengan logika, filsafat dengan filsafat, kecerdasan dengan kecerdasan.
Penentang‑penentangnya yang
kafir itu menaruh perhatian kepada nasib Socrates, karena dialah yang
mendirikan ilah‑ilah yang palsu, ia telah dihukum mati, dan mereka menasihatkan
Paulus untuk tidak membahayakan hidupnya dengan cara yang sama. Tetapi
pembicaraan rasul itu tertumpu pada perhatian orang banyak, dan
kebijaksanaannya yang tidak dibuat‑buat meminta perhatian dan kekaguman mereka.
Ia tidak didiamkan oleh ilmu pengetahuan atau ejekan ahli filsafat, dan
mendiamkan diri mereka sendiri bahwa ia sudah mengambil keputusan untuk
melaksanakan tugasnya di antara mereka, dan pada segala risiko, menceritakan
ceritanya, mereka mengambil keputusan untuk memeriksanya secara adil.
Dengan demikian mereka
memimpin dia di atas bukit Areopagus. Inilah tempat yang paling suci di seluruh
Atena, dan kenang‑kenangan dan pergaulannya adalah sedemikian rupa sehingga
dianggap dengan penghormatan takhyul dan dalam pikiran beberapa orang tempat
itu dianggap berbahaya. Di tempat inilah perkara‑perkara yang berhubungan
dengan agama sering diperhatikan dengan teliti oleh orang‑orang yang bertindak
sebagai hakim yang terakhir pada semua akhlak yang lebih penting sama seperti
persoalan‑persoalan sipil.
Di sinilah, terhindar dari
keributan dan kesibukan jalan umum yang penuh sesak, dan keributan dari
perbincangan yang kacau balau, rasul itu dapat terdengar tanpa menyela. Di
sekeliling dia berkumpullah ahli penyair, seniman dan ahli filsafat, sarjana
dan orang bijaksana dari Atena, yang dengan demikian menyapa dia:
"bolehkah kami tahu ajaran yang baru mana yang kauajarkan ini? Sebab
engkau memperdengarkan kepada kami perkara‑perkara yang aneh. Karena itu kami
ingin tahu, apa artinya semua itu."
Pada saat yang khidmat
penuh tanggung jawab, rasul itu tenang dan dapat menguasai dirinya. Hatinya
dibebani dengan suatu pekabaran yang penting, dan perkataan yang jatuh dari
bibirnya meyakinkan pendengar‑pendengarnya bahwa ia bukan seorang pengoceh yang
sia‑sia. "Hai orang‑orang Atena," katanya, "aku lihat, bahwa
dalam segala hal kamu sangat beribadah kepada dewa‑dewa. Sebab ketika aku
berjalan‑jalan di kotamu, aku melihat‑lihat barang‑barang pujaanmu, aku
menjumpai juga sebuah mezbah dengan tulisan: Kepada Allah yang tidak dikenal.
Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepada kamu.
" Dengan segala kecerdasan mereka dan pengetahuan umum, mereka tidak
menghiraukan Allah yang menjadikan semesta alam ini. Namun ada beberapa orang
yang merindukan terang yang lebih besar. Mereka sedang menjangkau yang
Mahakuasa.
Dengan tangan yang
direntangkan ke bait suci yang dikerumuni dengan ilah‑ilah, Paulus mencurahkan
beban jiwanya, dan membeberkan kesalahan‑kesalahan dari agama orang Atena. Yang
paling bijaksana dari pendengar‑pendengarnya merasa heran sementara mereka
mendengarkan jalan pikirannya. Ia menunjukkan dirinya sendiri paham akan
kesenian mereka, literatur mereka, dan agama mereka. Menunjukkan kepada patung‑patung
dan ilah‑ilah mereka, ia menjelaskan bahwa Allah tidak dapat disamakan dengan
bentuk rekaan manusia. Patung‑patung ukuran ini sedikit pun tidak menggambarkan
kemuliaan Allah. Ia mengingatkan kepada mereka bahwa patung‑patung ini tidak
mempunyai kehidupan, tetapi dikendalikan oleh kuasa manusia, bergerak hanya
kalau tangan manusia menggerakkan mereka; sebab itu mereka yang menyembah ilah‑ilah
dalam segala bentuk lebih tinggi daripada apa yang mereka sembah.
Paulus menarik perhatian
para pendengarnya yang menyembah berhala melewati batas‑batas agama mereka yang
palsu kepada pemandangan yang benar akan ketuhanan yang mereka telah sebut
"Allah yang Tidak Diketahui." Makhluk ini, yang ia sekarang jelaskan
kepada mereka, tidak bergantung kepada manusia, tidak memerlukan sesuatu dari
tangan manusia untuk menambah kuasa dan kemuliaan‑Nya.
"Orang‑orang terbuai
dengan rasa kagum oleh mana Paulus penyampaian dengan sungguh‑sungguh dan masuk
akal tentang sifat Allah dan kuasa‑Nya yang menjadikan dan adanya pemeliharaan
tangan‑Nya. Dengan kefasihan yang sungguh‑sungguh dan hangat rasul itu
menerangkan, "Allah yang telah menjadikan bumi dan segala isinya, Ia,
adalah Tuhan atas langit dan bumi, tidak diam dalam kuil‑kuil buatan tangan
manusia, dan juga tidak dilayani oleh tangan manusia, seolah‑olah Ia kekurangan
apa‑apa, karena Dialah yang memberikan hidup dan segala sesuatu kepada semua
orang." Langit tidak cukup besar untuk memuat Allah, alangkah kecilnya
kuil‑kuil yang diperbuat oleh tangan‑tangan manusia!
Di dalam zaman kasta, di
mana hak manusia sering tidak diketahui, Paulus mengemukakan kebenaran yang
besar dari persaudaraan manusia, menerangkan bahwa Allah "telah menjadikan
semua bangsa dan umat manusia untuk mendiami seluruh muka bumi." Pada
pemandangan Allah semua dijadikan sama, dan kepada Khalik tiap‑tiap umat
manusia harus membayar kesetiaan yang tiada taranya. Lalu rasul itu menunjukkan
bahwa, menurut segala perlakuan Allah kepada manusia, maksud karunia dan rahmat‑Nya
berjalan sebagai benang emas, Ia "telah menentukan musim‑musim bagi mereka
dan batas‑batas kediaman mereka, supaya mereka mencari Dia dan mudah‑mudahan
menjamah dan menemukan Dia, walaupun Ia tidak jauh dari kita masing‑masing."
Menunjuk kepada contoh yang
mulia tentang manusia dekat dia, dengan perkataan yang dipinjam dari seorang
penyair mereka sendiri ia menggambarkan Allah yang tidak terbatas sebagai
seorang Bapa, yang anak‑anaknya adalah mereka. "Sebab di dalam Dia kita
hidup, kita bergerak, kita ada," ia menjelaskan, "seperti yang telah
juga dikatakan oleh pujangga‑pujangga: Sebab kita ini dari keturunan Allah
juga. Karena kita berasal dari keturunan Allah, kita tidak boleh berpikir,
bahwa keadaan Ilahi sama seperti emas atau perak atau batu, ciptaan kesenian
dan keahlian manusia.
"Dengan tidak
memandang lagi zaman kebodohan, maka sekarang Allah memberitakan kepada
manusia, bahwa di mana‑mana semua orang hendaknya bertobat. " Di dalam
abad‑abad kegelapan yang telah mendahului kedatangan Kristus, Pemerintah Ilahi
telah lalu dengan ringan atas penyembahan berhala orang‑orang kafir; tetapi
sekarang, melalui Anak‑Nya, Ia telah mengutus manusia kepada terang kebenaran;
dan Ia dari semua yang bertobat kepada keselamatan, bukan saja dari yang miskin
dan hina, tetapi dari ahli filsafat yang sombong dan putra‑putra dunia.
"Karena Ia telah menetapkan suatu hari, pada waktu mana Ia dengan adil
akan menghakimi dunia oleh seorang yang telah ditentukan‑Nya, sesudah Ia
memberikan kepada semua orang suatu bukti tentang hal itu dengan membangkitkan
Dia dari antara orang mati." Sementara Paulus berbicara tentang
kebangkitan dari kematian, "ada yang mengejek, dan yang lain berkata: Lain
kali saja kami mendengar engkau berbicara tentang hal itu."
Dengan demikian berakhirlah
pekerjaan rasul itu di Atena, pusat pengetahuan kafir untuk orang Atena,
berpaut dengan tetap kepada penyembahan berhala mereka, berbalik daripada
terang agama yang benar. Bila suatu umat benar‑benar puas dengan apa yang
mereka capai sendiri, hanya sedikit saja yang perlu dan diharapkan dari mereka.
Meskipun sombong karena pengetahuan dan kehalusan budi, orang‑orang Atena tetap
menjadi lebih korup dan lebih puas dengan rahasia penyembahan berhala yang
samar‑samar.
Di antara mereka yang
mendengar perkataan Paulus ada beberapa orang kepada pikiran siapa kebenaran
yang dikemukakan membawa keyakinan, tetapi mereka tidak mau merendahkan diri
untuk mengakui Allah dan menerima rencana keselamatan. Tiada kefasihan kata‑kata,
tiada kesanggupan berdebat, dapat mempertobatkan orang berdosa. Kuasa Allah
saja dapat mengenakan kebenaran kepada hati. Ia yang dengan tekun berpaling
dari kuasa ini tidak dapat dijangkau. Orang‑orang Yunani mencari khidmat, namun
pekabaran salib adalah kebodohan kepada mereka sebab mereka menghargai
kebijaksanaan mereka sendiri lebih tinggi daripada kebijaksanaan yang datang
dari atas.
Dalam kesombongan
kecerdasan mereka dan akal budi manusia dapat diperoleh alasan mengapa
pekabaran Injil menemui kemajuan yang sedikit saja di antara orang Atena. Orang‑orang
yang bijaksana secara dunia yang datang kepada Kristus sebagai orang‑orang
berdosa yang hilang, akan menjadi berbudi kepada keselamatan; tetapi mereka
yang datang sebagai orang terkemuka, memuji kepintaran mereka sendiri, akan
gagal untuk menerima terang dan pengetahuan yang Ia sendiri dapat berikan.
Demikianlah Paulus
menghadapi kekafiran pada zamannya. Pekerjaannya di Atena sama sekali tidak sia‑sia.
Dionesius, dan beberapa warganegara yang terkemuka, dan beberapa orang yang
lain, menerima pekabaran Injil dan menggabungkan diri sendiri dengan sepenuhnya
dengan orang‑orang percaya.
Ilham telah memberikan
kepada kita pemandangan ini ke dalam hidup orang‑orang Atena, yang dengan
pengetahuan, kehalusan dan kesenian mereka, telah tenggelam dalam kejahatan,
sehingga dapat kelihatan bagaimana Allah melalui hamba‑Nya, menghardik
penyembahan berhala dan dosa‑dosa orang yang sombong dan sanggup mencukupi
keperluan sendiri. Perkataan rasul dan lukisan sikap dan sekitarnya sebagaimana
diikuti dengan pena inspirasi, harus diberikan kepada segala generasi yang akan
datang, menjadi saksi tentang kepercayaan yang tergoyahkan, keberanian dalam
kesunyian dan kemalangan, dan kemenangan yang diperolehnya untuk Kekristenan di
pusat penyembahan berhala.
Perkataan Paulus mengandung
perbendaharaan pengetahuan untuk sidang. Ia ada dalam keadaan di mana ia dengan
mudah dapat mengatakan bahwa sesuatu yang akan melukai para pendengarnya yang
sombong dan membawa dia sendiri ke dalam kesulitan. Sekiranya pidatonya
merupakan serangan yang langsung terhadap ilah‑ilah mereka dan orang‑orang
besar di dalam kota, ia akan ada dalam bahaya menemui nasib seperti Socrates.
Tetapi dengan kebijaksanaan yang dilahirkan oleh kasih Ilahi, ia dengan teliti
menarik pikiran mereka dari dewa‑dewa kafir, oleh menyatakan kepada mereka
Allah yang benar, yang belum dikenal oleh mereka.
Dewasa ini kebenaran Kitab
Suci harus dihadapkan kepada orang‑orang besar di dunia ini supaya mereka boleh
memilih antara penurutan kepada hukum Allah dan kesetiaan kepada putra kejahatan.
Allah memberikan kebenaran yang kekal kepada mereka, kebenaran yang akan
menjadikan mereka bijaksana kepada keselamatan, tetapi Ia tidak memaksa mereka
menerimanya. Jika mereka berbalik daripadanya, Ia membiarkan mereka kepada
dirinya sendiri, untuk diisi dengan buah‑buah perbuatan mereka sendiri.
"Sebab pemberitaan
tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi
kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah. Karena ada
tertulis: 'Aku akan membinasakan hikmat orang‑orang berhikmat dan kearifan
orang‑orang bijak akan Kulenyapkan.'" "Tetapi apa yang bodoh bagi
dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang‑orang yang berhikmat, dan apa yang
lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang
tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak
berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada
seorang manusia pun yang memegahkan diri di hadapan Allah." 1 Korintus
1:18, 19, 27, 28. Banyak sarjana dan negarawan‑negarawan yang terbesar, orang‑orang
terkemuka di dunia ini, pada akhir zaman akan berbalik dari terang, sebab dunia
dengan akal budi tidak mengenal Allah. Namun demikian, umat Allah harus
menggunakan setiap kesempatan untuk menyampaikan kebenaran itu kepada orang‑orang
ini. Beberapa orang akan mengakui kebodohan mereka tentang perkara‑perkara
Allah dan akan mengambil tempat mereka sebagai pelajar‑pelajar yang hina di
kaki Yesus, Guru yang Besar itu.
Dalam setiap usaha untuk
mencapai kelas‑kelas yang lebih tinggi, pekerja Allah memerlukan iman yang
kuat. Rupanya akan kelihatan menakutkan, tetapi dalam saat yang paling gelap
ada terang dari atas. Kekuatan mereka yang mengasihi dan melayani Allah akan
dibarui dari hari ke hari. Pengertian yang tidak terbatas ditempatkan pada
pelayanan mereka, sehingga dalam melaksanakan maksud‑Nya, mereka tidak akan
bersalah. Biarlah pekerja‑pekerja ini memegang permulaan kepercayaan mereka
dengan teguh sampai kepada akhirnya, mengingat bahwa terang kebenaran Allah
harus bersinar di tengah kegelapan yang menyelubungi dunia ini. Harus tidak ada
putus harap sehubungan dengan pekerjaan Allah, Iman pekerja yang berserah harus
menahan setiap pencobaan yang dibawa untuk menahannya. Allah sanggup dan rela
mengaruniakan kepada hamba‑hamba‑Nya segala kekuatan yang diperlukan oleh
mereka dan memberi kepada mereka akal budi yang diperlukan oleh kebutuhan
mereka yang berbeda‑beda. Ia akan memenuhi pengharapan yang paling tinggi dari
mereka yang menaruh harap kepada‑Nya.
No comments:
Post a Comment